Otomotif
46 Persen Pembeli Mobil Listrik Ingin Kembali ke Kendaraan BBM
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Sebanyak 46 persen penduduk Amerika serikat yang memiliki kendaraan listrik mempertimbangkan memilih mobil Internal Combustion Engine (ICE) pada pembelian kendaraan berikutnya. Persentase ini diungkap McKinsey & Co melalui survei terbarunya.
Mengutip dari Carscoops, Selasa (18/6), beberapa alasan mengapa pemilik kendaraan listrik ingin kembali ke kendaraan konvensional antara lain adalah masalah infrastruktur pengisian daya publik yang belum memadai.
Selain itu tingginya biaya kepemilikan kendaraan listrik dan kebutuhan mobil yang lebih cocok untuk perjalanan jauh.
Ekspektasi jarak tempuh minimum di kalangan konsumen telah meningkat dari 270 mil (435 kilometer) pada 2022, menjadi 291,4 mil (469 kilometer) pada 2024.
Selain itu, program Infrastruktur Kendaraan Listrik Nasional dari Departemen Energi AS yang berjalan lambat juga memengaruhi keputusan konsumen.
Hanya 9 persen dari total peserta dalam penelitian itu yang merasa senang dengan perluasan jaringan pengisian daya publik di wilayah mereka, yang menunjukkan bahwa hal ini merupakan masalah global.
Lebih dari 30.000 responden menjawab sekitar 200 pertanyaan tentang EV untuk studi dua tahunan McKinsey itu. Survei ini bukan cuma dilakukan di AS, tetapi juga di 15 negara lainnya yang mewakili lebih dari 80 persen volume penjualan global.
Hasilnya menunjukkan 29 persen pemilik kendaraan listrik di seluruh dunia kemungkinan akan kembali menggunakan kendaraan konvensional.
Pemimpin Pusat Mobilitas Masa Depan McKinsey, Philipp Kampshoff, yakin keadaan akan menjadi lebih buruk karena pembeli kendaraan listrik generasi berikutnya akan lebih bergantung pada pengisian daya publik daripada yang ada saat ini.
Survei yang sama menemukan bahwa 21 persen partisipan tidak ingin membeli mobil listrik.
Meskipun ada kekhawatiran, para pembeli kini sedikit lebih terbuka terhadap elektrifikasi dibanding hasil studi sebelumnya.
Secara lebih rinci, 38 persen pemilik kendaraan nonlistrik di seluruh dunia kini mempertimbangkan membeli mobil plug-in hybrid (PHEV) atau mobil listrik (EV) pada pembelian berikutnya. Ini menunjukkan peningkatan sebesar 1 persen dibanding dengan dua tahun lalu.
Meskipun ada beberapa kekhawatiran, minat konsumen terhadap mobil listrik sedikit meningkat ketimbang studi sebelumnya.
Selain itu 38 persen pemilik non-EV di seluruh dunia akan mempertimbangkan mobil plug-in hybrid (PHEV) atau EV untuk pembelian berikutnya, yang mewakili peningkatan 1 persen dari dua tahun lalu.
1.500 Unit Mobil Listrik BYD Sudah Mendarat di Indonesia
Ada istilah layu sebelum berkembang, kebijakan pemerintah yang terus mendorong masyarakatnya untuk membeli mobil listrik, namun di negara lain yang sudah menggunakannya malah ingin kembali ke mobil berbahan bakar minyak kembali.
BYD Motor Indonesia sebagai agen pemegang merek BYD di Indonesia, mengumumkan importasi kendaraan listrik tahap pertama sudah rampung dilakukan.
Pengiriman unit mobil listrik BYD dilakukan dari China. Pada tahap pertama ini dikirim 1.500 unit mobil, dan selanjutnya akan diserahkan kepada konsumen yang sudah melakukan pembelian.
“Ini adalah tonggak awal kami, dengan melakukan pengiriman unit pada tahap pertama di Indonesia. Kami memohon maaf apabila sempat terjadi masa tunggu, dan BYD sudah berusaha dengan maksimal untuk bisa memenuhi permintaan mobil listrik BYD di Indonesia,” jelas Eagle Zhao, Presiden Direktur BYD Motor Indonesia, Jumat (21/6/2024), di Jakarta.
Eagle melanjutkan, pihaknya mendatangkan 1.500 unit pada tahap pertama ini yang terdiri dari tiga model yakni Seal, Atto 3 dan Dolphin. Tiga model mobil listrik itu memang sudah mulai dijual BYD sejak awal 2024 ini.
Terkait investasi yang dilakukan BYD Auto di Indonesia, Eagle menjelaskan, pihaknya baru saja melakukan pembelian tanah di Kawasan industri Subang Smartpolitan, Jawa Barat. “Pada 30 April 2024 lalu, kami baru saja melakukan penandatanganan kesepakatan, terkait pembangunan fasilitas pabrik di Subang Smartpolitan,” jelas Eagle.
Pabrik akan menggunakan lahan seluas lebih dari 108 hektar dan ditarget beroperasi pada awal 2026, dengan total investasi mencapai Rp 16,2 triliun. Selain memproduksi mobil, pabrik juga menjadi fasilitas pusat penelitian dan pengembangan (R and D). (utw)