Ekonomi
APBN Tekor Rp 31,2 Triliun, Nicho Silalahi: Kemana Dana Pemotongan Anggaran di Kementerian dan Lembaga?

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Pemerintah mengumumkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp31,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa kondisi ini memerlukan strategi keuangan yang tepat untuk menjaga stabilitas fiskal.
Namun, pengumuman tersebut mendapat respons tajam dari berbagai pihak, salah satunya pegiat media sosial, Nicho Silalahi.
Ia menyoroti kemungkinan pemerintah akan kembali berutang dan mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan negara.
“Ketika SPG World Bank dan IMF memberikan sinyal agar segera berhutang kembali pada lintah darat,” ujar Nicho di X @Nicho_Silalahi (15/3/2025).
Ia juga mempertanyakan ke mana aliran dana yang selama ini berasal dari berbagai sumber, termasuk uang hasil sitaan koruptor dan pemotongan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga.
“Yang jadi pertanyaan, ke mana uang sitaan dari koruptor? Ke mana dana pemotongan anggaran di setiap Kementerian dan Lembaga?” lanjutnya.
Lebih jauh, ia menyinggung utang yang terus meningkat selama pemerintahan sebelumnya dan mendesak agar dilakukan audit menyeluruh.
“Kapan diaudit seluruh utang yang ditimbulkan rezim Jokowi?” kuncinya.
Sebelumnya diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 28 Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun.
Nilai ini setara dengan 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Per akhir Februari, defisit APBN mencapai Rp 31,2 triliun atau sekitar 0,13 persen dari PDB,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).
Meski mencatatkan defisit di awal tahun, Sri Mulyani menegaskan bahwa angka tersebut masih sejalan dengan rancangan APBN 2025 yang telah menetapkan defisit tahunan sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.
“APBN 2025 memang didesain dengan defisit Rp 616,2 triliun. Jadi, defisit 0,13 persen ini masih sesuai dengan target 2,53 persen dari PDB,” jelasnya.
Defisit ini menunjukkan bahwa pengeluaran negara masih lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh. Namun, keseimbangan primer hingga Februari masih mencatat surplus sebesar Rp 48,1 triliun.
Sri Mulyani merinci bahwa hingga Februari 2025, pendapatan negara telah mencapai Rp 316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN.
Penerimaan ini bersumber dari pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Di sisi lain, belanja negara tercatat sebesar Rp 348,1 triliun atau sekitar 9,6 persen dari total anggaran belanja tahun ini.
Anggaran tersebut mencakup belanja pemerintah pusat, baik untuk kementerian/lembaga maupun belanja non-kementerian, serta transfer ke daerah.
“Realisasi belanja negara hingga Februari mencapai Rp 348,1 triliun atau 9,6 persen dari total anggaran tahun ini,” tutupnya. (utw)
