Connect with us

Nusantara

Food Estate Gagal dan Berubah Jadi Sawit Swasta, Siapa Pemiliknya?

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Kalteng, Setelah tiga tahun berjalan, ribuan hektare lahan proyek food estate di Kalimantan Tengah kembali terbengkalai, dengan area yang sebelumnya dibuka kini dipenuhi semak belukar.

Sebagian lahan bahkan beralih menjadi perkebunan sawit swasta, sementara para petani mengaku menyerah menanam padi setelah beberapa kali mengalami gagal panen.

Kondisi ini mencerminkan rendahnya keberhasilan program food estate, membuat petani seperti Sanal (69), salah satu peserta program, beralih menanam sawit karena dianggap lebih menguntungkan. “Kalau untuk padi, gagal terus,” ujar Sanal kepada BBC Indonesia, Ahmad S, saat ditemui di Desa Tajepan, Kapuas, pada Senin (14/10).

Temuan serupa juga diungkap oleh Pantau Gambut, yang memantau perkembangan proyek tersebut di 30 titik ekstensifikasi food estate di 19 desa di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau selama periode 2020-2023.

Desa Tajepan, salah satu lokasi yang ditinjau oleh Pantau Gambut, memperlihatkan betapa sulitnya mempertahankan proyek pangan di atas lahan yang tak mendukung, terutama di area tinggi yang lebih cocok untuk sawit.

Temuan ini menunjukkan tantangan besar dalam mewujudkan keberlanjutan food estate dan kebutuhan untuk mengevaluasi strategi pengelolaan lahan di wilayah tersebut.

Siapakah pemilik Kebun sawit tersebut?

Seandainya Indonesia…

Luas indonesia setara Eropa, saya pernah berandai andai bagaimana Jika, Nusantara ini berdagang diantara sesamanya, Sawit diolah dalam Negri, kemudian dijadikan Minyak Goreng dan produk turunan lainya nanti di bagi Wilayah penghasil Sawit mengirim ke Wilayah pemrosesan Sawit menjadi Minyak Goreng yang semuanya ada didalam Nusantara ini.

Begitu juga Karet, semua diolah dalam negri jadikan Ban dan berbagai barang yang memerlukan bahan dasar olahan Karet lalu dijual didalam Negri. Jika pasar dalam negri sudah cukup baru dijual keluar negara dengan harga Mahal. Bukanya menjual produk mentah dalam harga lebih murah lalu meng impor barang jadi dari olahan produk tersebut dengan harga mahal.

Begitu pula produk lainya. Tetapi….saya pernah bertanya dengan seorang Dosen tentang hal ini Jawabanya tidak bisa. Sebab kita ini ikut peraturan Kamar Dagang.

Padahal jika itu bisa maka berapa banyak tenaga kerja Pribumi yang terserap, lha wong kompeni Belanda saja bisa menjadi perusahaan terkaya diDunia karena dari Nusantara ini.

Begitu juga stabilitas Moneter jika saja mampu membuat akan lebih baik jika tidak tergantung pada Bank Dunia yg bisa swaktu waktu ikut terdampak krisis moneter , sebab Emas di sini melimpah lebih baik perkuat Rupiah dan ikut ikut berusaha Rupiah mendominasi, jadi bisa jualan nilai Mata Uang. Hal itu ternyata sekarang diambil alih oleh Brics yang berusaha melawan Dominasi Dolar. Kalah start..(tw)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement