Nusantara
Hutan yang Membalas dengan Kehidupan
REPORTASE INDONESIA – Papua, Di Papua Tengah, di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, hidup seorang pemuda bernama Kewagi. Ia adalah seorang buruh hutan yang setiap hari menebang pohon atas perintah perusahaan kayu. Meski pekerjaannya mendatangkan penghasilan, hatinya sering gelisah. Ia tahu bahwa hutan adalah sumber kehidupan bagi masyarakat desanya. Namun, pohon-pohon terus ditebang tanpa ada yang menanam kembali.
Kewagi teringat pesan mendiang ayahnya, seorang penjaga hutan tradisional:
“Hiduplah kamu bersama manusia sebagaimana pohon yang berbuah; mereka melemparinya dengan batu, tetapi ia membalasnya dengan buah.”
Ayahnya selalu berkata bahwa pohon-pohon di hutan bukan hanya kayu, tetapi juga penyedia makanan, air, dan perlindungan bagi kehidupan. Kata-kata itu menginspirasi Kewagi untuk bertindak, meskipun ia hanya seorang buruh.
Awal Perjuangan
Suatu hari, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kewagi mulai mengumpulkan biji-bijian dari pohon-pohon hutan yang telah ditebang. Ia memutuskan untuk menanam kembali pohon-pohon itu di lahan gundul. Dengan sisa tenaga setelah bekerja, ia menggali tanah dan menanam bibit. Ia tahu upayanya kecil, tetapi ia percaya bahwa satu bibit dapat membawa perubahan.
Namun, upayanya tidak disambut baik. Beberapa penduduk desa menertawakannya.
“Untuk apa menanam pohon? Pohon itu akan tumbuh lama, sementara kita butuh uang sekarang!” kata seorang tetua desa.
Anak-anak desa pun sering mengolok-oloknya. Mereka melempari bibit yang baru ditanam dengan batu.
“Kewagi si pemimpi! Pohonmu tidak akan pernah tumbuh besar!” seru mereka.
Meski demikian, Kewagi tidak pernah marah. Ia hanya berkata, “Kalian boleh melempari saya dengan batu, tapi suatu hari pohon-pohon ini akan memberi kalian buah.”
Pohon Kehidupan
Tahun-tahun berlalu. Pohon-pohon yang ditanam Kewagi mulai tumbuh. Lahan yang dulunya gundul kini dipenuhi pohon matoa, sagu, dan buah merah. Sungai kecil yang hampir mengering kini kembali mengalir jernih, berkat akar-akar pohon yang menahan tanah. Ikan-ikan kembali berenang di air yang bersih, dan hutan pun menjadi hidup kembali.
Penduduk desa mulai melihat manfaat dari kerja keras Kewagi. Hutan tidak hanya menyediakan kayu, tetapi juga makanan, air, dan hasil hutan lainnya yang bisa dijual. Mereka yang dulu mencibir kini ikut menanam pohon bersama Kewagi.
Anak-anak yang pernah melempari bibit dengan batu kini berlomba-lomba membantu menanam bibit baru. Mereka belajar bahwa hutan adalah bagian penting dari kehidupan mereka.
Pelajaran dari Pohon
Suatu hari, kepala desa memanggil Kewagi di depan masyarakat.
“Kewagi, kami berhutang banyak kepadamu. Kau mengajari kami bahwa hutan bukan hanya untuk ditebang, tetapi untuk dirawat. Hutan ini adalah masa depan kita.”
Kewagi tersenyum. “Saya hanya melakukan apa yang seharusnya. Pohon mengajari kita untuk memberi, bahkan ketika kita tidak diperlakukan baik. Hutan ini adalah hadiah untuk anak cucu kita.”
Sejak hari itu, desa tersebut menjadi pelopor gerakan penghijauan di Papua Tengah. Mereka hidup selaras dengan hutan, memanfaatkan hasilnya tanpa merusaknya. Kata-kata bijak dari leluhur tetap terpatri di hati mereka, mengingatkan bahwa hidup adalah tentang memberi, seperti pohon yang selalu membalas dengan buah, meski dilempari batu.
hubungan ekologis antara manusia dan hutan di Papua Tengah, serta pesan moral untuk hidup harmonis dengan alam demi masa depan yang berkelanjutan. (tw)