Connect with us

Gayahidup

Istilah Mudik di Hari Raya Lebaran

Published

on

Istilah Mudik di Hari Raya Lebaran

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Istilah mudik dikenal pertama kalinya tahun 30-an,kata dasarnya,Udik. Artinya Hulu. Kembali ke Hulu. Tahun 70-an istilah ini lebih populer lagi. Akibat dari mulai banyaknya orang pergi merantau. “Mulih Dhisik” begitu orang jawa menyebutnya.

Mudik adalah kebutuhan bathin. Pemenuhan kerinduan psikologis-primordial. Biasanya terjadi dimomen lebaran. Dari pulau sini ke pulau sana rasanya dekat-dekat saja. Padahal jaraknya bisa ratusan bahkan ribuan kilometer. Hormon endorphin melimpah ruah disaat seperti ini. Banjir. Hormon yang di produksi otak yang bisa menimbulkan rasa senang dan mengurangi rasa lelah. Pun dalam keadaan berpuasa, rasanya tidak ada lelah-lelahnya. Biasanya setelah berlebaran endorphine mulai pasang surut, perasaan mulai berubah sedikit, apalagi kantong sudah mulai sakit. Mudah lelah. Senyum kurang lebar. Seperti itu benarlah.

Berpuasa ketika menjadi musafir tidaklah wajib. Ada rukhshah (keringanan) yang diberikan selama syaratnya terpenuhi. Tuhan pasti punya tujuan baik ketika menerbitkan tentang aturan ini. Sebatang dua batang mungkin bisa menjaga konsentrasi berkendara, seruput dua ruput kopi pahit mungkin bisa menjaga keseimbangan. Tidak membiarkan geraham diam mungkin bisa terjaga dari microsleep. Saya termasuk orang yang mengambil rukhshah dalam perjalanan jauh. Tinggal diganti saja di hari lain. Yang tetap berpuasa juga tidak apa-apa, itu hanya masalah pilihan, mau ambil rukhshah atau ora usah. Terserah.
“ ……Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.QS.2.185

Persiapan mudik pasti banyak. Selain fisik, amunisi juga harus cukup. Harus bawa “Kulek-kulek”juga. Mau bertemu banyak orang. Orang tua,handai tolan,ponakan dan pastinya juga teman-teman. Mungkin juga bertemu mantan walaupun tidak disengajakan. Tidak hanya uang baru,rambut juga harus dibuat seperti baru.Jika ada helaian rambut warnanya berbeda dengan helai yang lain, biasanya disemir dulu. Distandarkan lagi ke stelan pabrik. Kaum hawa apalagi, intensitas perkacaannya meningkat.Ngaca-nya bisa sampai empat sisi. Dari depan, samping kiri,samping kanan, kadang sudah membelakangi kaca saja juga masih menyempatkan menengok kebelakang,banyak bagian yang harus terlihat sempurna. Tidak semuanya begitu, tapi banyak yang begitu. Seperti itu benarlah.

Momentum mudik ini bisa menjadi bahan refleksi diri. Anggap saja “Gladi Resik” dari mudik yang sesungguhnya. Jika sampai waktunya nanti, kita semua akan mudik,mudik yang sebenar-benarnya mudik, tidak kembali lagi. Persiapannya juga harus banyak,amunisi amal juga harus cukup,agar kelak tidak menjadi bulan-bulanan malaikat Zabaniyah.

Selamat Mudik. Semoga selamat sampai tujuan. (utw)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement