Hiburan
Kenaikan Pajak Hiburan Ditandatangani oleh Jokowi, Hotman Ungkap Presiden Marah-Marah
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Pengacara kondang, Hotman Paris mengungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku marah lantaran kenaikan pajak hiburan yang telah diberlakukan. Kenaikan berlaku khusus pajak hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa sebesar 40-75 persen.
Menurut Hotman, Presiden Jokowi mengaku tidak dilaporkan secara detail terkait pelaksanaannya. Hal ini dia sampaikan usai bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Senin (22/1).
“Saya dari Minggu lalu sudah dapat informasi bahwa Pak Jokowi sendiri tidak dilaporkan secara detail tentang besaran pajak 40 persen dan beliau marah. Ini informasi bukan saya dapat dari Menko Perekonomian, saya dapat minggu lalu,” kata Hotman Paris kepada wartawan.
“Presiden pun sangat marah atas tarif pajak yang sangat tinggi tersebut,” imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mengumpulkan para menteri kabinet Indonesia maju guna membahas pajak hiburan yang mengundang protes banyak pengusaha.
Dalam rapat tersebut, pemerintah tengah menyiapkan insentif fiskal terhadap Pajak Penghasilan Badan (PPh) Badan untuk penyelenggara jasa hiburan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan untuk sektor pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari PPh Badan, sehingga besaran PPh Badan yang besarnya 22 persen akan menjadi 12 persen.
“Yang dipersiapkan oleh pemerintah adalah insentif dalam bentuk PPh Badan. Insentif PPh Badan untuk sektor pariwisata itu lebih kepada seluruh sektornya. Dan yang dipertimbangkan Bapak Presiden minta untuk dikaji diberikan insentif PPh Badan sebesar 10 persen,” ujar Airlangga, dalam keterangan persnya usai mengikuti rapat yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Jumat (19/1).
Airlangga mengharapkan dengan adanya edaran ini dapat memperkuat kebijakan yang diambil pemerintah sekaligus memberikan penjelasan kepada para pelaku usaha dan masyarakat di daerah.
“Jadi surat edaran bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri akan lebih menjelaskan hal ini karena di dalam undang-undang itu kan sifatnya diskresi, sehingga kita tentu tidak ingin ada moral hazard, sehingga harus dipayungi oleh surat edaran,” ujarnya.
Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75 persen (Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, dan Depok),m.
Lalu, pajak sebesar 50 persen berlaku di Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Surabaya. Serta sebesar 40 persen berlaku di Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram.
Diteken Jokowi, Ini Aturan yang Bikin Pajak Hiburan Jadi 40-75 Persen
Pada tanggal 17 Januari 2024 Jokowi menandatangani kenaikan pajak hiburan yang telah Pajak diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menuai banyak protes dari para pengusaha pemilik usaha, terutama ketentuan tarif pajak hiburan minimal 40 persen. Mulanya, tarif pajak hiburan diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 atau juga dikenal dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
Salah satu sosok yang paling vokal menentang aturan itu adalah pengacara kondang Hotman Paris yang juga pemilik Atlas Beach Fest Bali dan tempat hiburan malam Holywing. Kemudian figur lainnya yang cukup lantang menentang regulasi tersebut yakni pedangdut Inul Daratista yang merupakan pemilik jaringan karaoke, Inul Vista.
Mengenal pajak hiburan Pajak hiburan sendiri sejatinya merupakan pajak daerah, bukan pajak pusat. Meski demikian, payung hukum pengenaan pajak daerah dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, meski pemungut pajak adalah pemerintah daerah, namun untuk penetapan tarif pajaknya tetap mengacu pada UU yang dibuat pemerintah pusat dan DPR RI.
Pemerintah daerah diberikan keleluasaan menetapkan tarif mengacu pada batas minimal dan maksimal, itu sebabnya besaran pajak hiburan di masing-masing daerah berbeda-beda. Mengutip sejumlah laman resmi pemerintah daerah, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan sebuah hiburan.
Menurut Kementerian Keuangan, dari 12 kategori PBJT di atas, hanya kategori terakhir yang dikenakan pajak minimal 40 persen yang meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara kategori PBJT lainnya dikenakan pajak maksimal 10 persen.
Bagian dari UU Cipta Kerja
Untuk diketahui saja, UU Nomor 1 Tahun 2022 atau UU HKPD adalah bagian dari UU Cipta Kerja. Besaran tarif pajak hiburan diatur secara jelas dalam Pasal 58.
Disebutkan, bahwa pajak hiburan paling kecil adalah 40 persen dan paling tinggi adalah 75 persen. Aturan minimal tarif pajak 40 persen untuk hiburan kategori khusus inilah yang paling banyak menuai protes para pengusaha karena sebelumnya tidak diatur dalam regulasi yang lama. Dengan aturan minimal tarif pajak 40 persen, otomatis semua pemda wajib mengikutinya karena seluruh Peraturan Daerah (Perda) harus tunduk pada UU HKPD.
Misalnya saja, Pemda DKI Jakarta yang baru saja menetapkan pajak hiburan sebesar 40 persen. Sebelum adanya UU HKPD, Pemprov DKI mengenakan pajak sebesar 25 persen untuk pajak kelab malam hingga diskotek sesuai dengan Perda DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2015.
Yang jadi pertanyaan adalah, mengapa Hotman Paris dan rekan-rekan yang mempunyai usaha hiburan tidak menolak UU Cipta kerja yang didalamnya menyertakan kenaikan pajak hiburan? (tw)