Connect with us

Nusantara

Menghadapi Tantangan Peternakan Susu Indonesia

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Kediri, Di tengah lanskap hijau dan subur Kediri, Jawa Timur, terdapat seorang peternak wanita milenial bernama Benua Antartika. Sebagai generasi kedua peternak sapi perah di Desa Medowo, Kecamatan Kandangan, Benua memilih untuk melanjutkan usaha keluarga yang dibangun ayahnya sejak tahun 1980-an. Berbekal pendidikan sarjana dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, ia memadukan pengetahuan akademisnya dengan pengalaman langsung untuk mengelola peternakan susu keluarganya, Hamengku Sekaring Bhumi Farm.

Di farm-nya ini, Benua memelihara sapi perah jenis Frisian Holstein (FH) dan Jersey. Sapi Frisian Holstein memiliki ciri khas tubuh hitam putih dan menjadi andalan produksi susu. Sedangkan sapi Jersey, yang berukuran lebih kecil dan berbulu cokelat kemerahan, menghasilkan susu dengan kandungan lemak lebih tinggi. Dengan semangat regenerasi peternak muda, Benua menyadari bahwa pekerjaan ini tak hanya tentang menghasilkan susu, tetapi juga menjaga keberlanjutan pertanian lokal dan menginspirasi petani generasi baru. “Saya ingin mendorong regenerasi peternak milenial. Memang terdengar ambisius, tetapi jika banyak anak muda bergabung, saya yakin ini bisa terwujud,” katanya.

Setiap hari, Benua memulai aktivitasnya sejak fajar menyingsing untuk mengurus puluhan sapi. Susu yang diperah setiap pagi dan sore hari rata-rata menghasilkan 14 liter per sapi per hari, yang kemudian dikirim ke Nestlé melalui pos penampungan pada pukul 06.00 dan 15.30 WIB. Namun, di balik usaha keras ini, ada banyak tantangan yang Benua dan peternak lain hadapi, baik dari segi biaya, akses pasar, hingga stigma sosial. Sebagai seorang wanita di sektor yang didominasi laki-laki, Benua kerap diremehkan. “Pernah ada yang bilang saya hanya bisa teori, tidak bisa ngarit atau mencari rumput sendiri. Padahal di dunia peternakan, banyak wanita yang aktif dan rajin, terutama di desa,” ungkapnya.

Tantangan yang Dihadapi Peternak Susu di Indonesia
Tantangan terbesar yang dihadapi Benua dan peternak lainnya adalah kualitas susu lokal yang sering tidak memenuhi standar industri. Industri pengolahan seperti Nestlé memiliki standar keamanan pangan yang ketat. Benua mengatakan bahwa dia telah mendapatkan banyak pendampingan dari field inspector Nestlé, yang membantu memastikan bahwa kualitas susunya konsisten. Namun, banyak peternak lain tidak memiliki akses ke fasilitas dan pendampingan ini. Kurangnya pengetahuan dan teknologi sering menyebabkan susu tercemar bahan asing atau tidak memenuhi standar industri, sehingga sulit untuk bersaing dengan susu impor yang memiliki kualitas lebih stabil.

Biaya produksi yang tinggi juga menjadi penghalang utama. Peternakan susu di Indonesia masih sangat bergantung pada pakan impor yang mahal. Ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang seiring menyempitnya lahan pertanian. Menurut Benua, satu hektar lahan hijauan hanya cukup untuk 4-5 ekor sapi, dan dengan lahan yang terbatas, peternak harus membeli pakan tambahan yang mahal. Hal ini menyebabkan margin keuntungan peternak semakin tipis. Di sisi lain, harga jual susu di pasaran cenderung rendah dan tidak stabil, sehingga banyak peternak kecil yang sulit bertahan dan bahkan memilih untuk berhenti beternak.

Selain itu, sebagian besar industri pengolahan susu di Indonesia lebih memilih susu impor daripada susu lokal. Hanya 20% kebutuhan susu nasional yang dipenuhi dari peternak lokal, sementara 80% sisanya diimpor dari negara-negara seperti Selandia Baru dan Amerika Serikat. Kondisi ini menyebabkan peternak lokal kehilangan pasar, padahal mereka telah berusaha keras untuk menghasilkan susu berkualitas. Ketergantungan pada impor ini melemahkan daya saing peternak lokal, menjadikan mereka rentan terhadap fluktuasi pasar global dan kebijakan perdagangan internasional.

Kebutuhan Dukungan Pemerintah dalam Pembenahan Sistem Peternakan Susu
Mengingat besarnya tantangan yang dihadapi, pemerintah memiliki peran penting dalam mendukung peternak lokal agar bisa lebih bersaing. Langkah pertama adalah menerapkan kebijakan yang mendukung serapan susu lokal di industri pengolahan. Pemerintah bisa menetapkan kuota wajib, di mana industri harus menyerap minimal 50% susu dari peternak lokal sebelum diberikan izin impor. Kebijakan ini tidak hanya melindungi peternak kecil, tetapi juga mendukung ketahanan pangan nasional.

Selain itu, pemerintah perlu memberikan subsidi untuk biaya produksi peternak, terutama dalam hal pakan dan fasilitas penyimpanan susu. Subsidi ini akan membantu menekan biaya produksi, sehingga peternak dapat menjaga margin keuntungan mereka. Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan fasilitas infrastruktur seperti cold storage dan pabrik pengolahan di sentra-sentra peternakan agar susu lokal dapat bertahan lebih lama dan memiliki nilai tambah.

Pemerintah juga perlu mendorong edukasi dan pelatihan bagi peternak, terutama untuk memastikan bahwa mereka memahami standar kualitas yang diinginkan industri. Program-program pelatihan mengenai manajemen pakan, kesehatan ternak, dan teknologi pengolahan susu sangat diperlukan agar peternak dapat meningkatkan kualitas susu mereka.

Solusi Ekonomi Politik, Termasuk Kebijakan Perpajakan
Dari sudut pandang ekonomi politik, kebijakan yang berpihak pada peternak lokal harus ditempatkan sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional. Proteksi terhadap peternak lokal melalui kebijakan perdagangan yang lebih ketat sangat diperlukan untuk menciptakan iklim persaingan yang sehat. Salah satu contohnya adalah penerapan tarif impor yang adil untuk produk susu impor, yang akan membantu menjaga keseimbangan harga susu lokal di pasar.

Selain itu, kebijakan perpajakan harus dirancang agar mendukung keberlanjutan peternakan susu. Kasus UD Pramono di Boyolali, yang terpaksa tutup akibat beban pajak Rp 670 juta, merupakan contoh nyata betapa pentingnya sistem perpajakan yang adil bagi peternak. Pemerintah perlu mempertimbangkan penerapan skema pajak progresif berbasis skala usaha, di mana pelaku usaha kecil dan menengah mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah. Insentif pajak bagi koperasi atau pengumpul susu yang menyerap susu lokal dalam jumlah besar juga dapat mendorong terciptanya ekosistem yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Selain insentif, pemberdayaan koperasi peternakan harus menjadi pilar penting dalam reformasi ini. Koperasi yang kuat dapat meningkatkan posisi tawar peternak kecil, memberikan akses ke pasar, dan membantu meningkatkan efisiensi melalui konsolidasi sumber daya. Melalui koperasi, peternak juga dapat mendapatkan pelatihan, teknologi, dan fasilitas pengolahan untuk menciptakan nilai tambah pada produk mereka.

Solusi Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Peternak Susu
Teknologi memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing peternak susu. Digitalisasi manajemen peternakan, seperti aplikasi yang memungkinkan peternak memantau kesehatan ternak, produksi susu, dan kebutuhan pakan, dapat membantu meningkatkan efisiensi. Teknologi Internet of Things (IoT), seperti sensor untuk memantau kondisi sapi dan sistem otomatisasi pemberian pakan, juga dapat diterapkan untuk memastikan produktivitas optimal.

Selain itu, diversifikasi produk susu lokal, seperti yogurt, keju, dan kefir, membutuhkan dukungan teknologi pengolahan. Program subsidi atau kemitraan dengan pemerintah dan swasta dapat membantu peternak kecil memperoleh alat pengolahan ini, sehingga mereka dapat memanfaatkan pasar yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan.

Infrastruktur seperti cold storage dan fasilitas pengolahan skala kecil juga penting untuk mempertahankan kualitas susu dalam rantai pasok yang panjang. Dengan fasilitas ini, peternak dapat menyimpan susu lebih lama dan menjualnya ke pasar yang lebih luas. Pemerintah dan swasta perlu bekerja sama untuk membangun infrastruktur ini di sentra-sentra peternakan, terutama di daerah pedesaan.

Harapan Ke Depan: Mewujudkan Revolusi Peternakan Susu Indonesia

Kisah Benua Antartika adalah gambaran nyata perjuangan peternak milenial dalam menghadapi tantangan di sektor susu nasional. Namun, dengan dukungan kebijakan yang tepat, solusi teknologi, dan semangat regenerasi peternak muda, revolusi peternakan susu di Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Langkah-langkah seperti proteksi terhadap peternak kecil, reformasi perpajakan, pemberdayaan koperasi, dan adopsi teknologi modern harus menjadi prioritas pemerintah.

Ke depan, harapan besar tertuju pada terciptanya sistem peternakan susu yang berdaya saing tinggi, di mana peternak lokal seperti Benua Antartika dapat meraih keuntungan yang layak dari usaha mereka, dan di mana industri pengolahan mengutamakan produk susu dalam negeri. Dengan kolaborasi yang erat antara pemerintah, koperasi, industri, dan peternak, Indonesia dapat mewujudkan kemandirian pangan yang berkelanjutan dan memberdayakan peternak-peternak lokal sebagai pilar ekonomi desa yang kuat. (ut)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement