Ekonomi
Pajak Natura, Perusahaan Bisa Kehilangan Eksekutif
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Kementerian Keuangan melansir regulasi teknis tentang pajak natura atau pajak kenikmatan. Pada 5 Juli lalu dalam media briefing Dirjen Pajak Suryo Utomo, didampingi Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama, dan Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal mengumumkan pemberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023 tentang Perlakuan Pajak penghasilan atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atas diperoleh dalam bentuk natura dan/atau Kenikmatan.
Disampaikan Yoga, penerapan pajak natura sangat memperhatikan nilai kepantasan yang diterima oleh karyawan. Batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan indeks harga beli/purchasing power parity (OECD), Survey Standar Biaya Hidup (BPS), Standar Biaya Masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.
“Kita di sini mempertimbangkan kepantasan. Tujuannya apa yang saya bold di situ, pemerintah ingin mendorong perusahaan atau pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. Silahkan ngasih makanan sebanyak-banyaknya, gitu kira-kira. Boleh dibiayakan bagi perusahaan dan bukan penghasilan bagi karyawannya,” kata Yoga.
“Natura dan atau kenikmatan dalam jenis dan batasan nilai tertentu dikecualikan dari objek pajak penghasilan,” imbuh Direktur P2Humas Ditjen Pajak Kemenkeu, Dwi Astuti dalam pernyataan resmi, Rabu (5/7/2023).
Dwi menyebutkan bahwa regulasi ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan keadilan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan atau kenikmatan yang kini dapat dibiayakan oleh pemberi kerja. Biaya penggantian atau imbalan tersebut sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M).
Sebaliknya, bagi penerima natura dan/atau kenikmatan, hal tersebut merupakan objek pajak penghasilan (PPh). Pengaturan ini mendorong perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan cara memberikan berbagai fasilitas karyawan dan dapat membebankan biaya fasilitas tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
“Pengaturan ini juga memberikan kesetaraan perlakuan sehingga pengenaan PPh atas suatu jenis penghasilan tidak memandang bentuk dari penghasilan tersebut baik dalam uang atau selain uang,” ujarnya.
Menanggapi adanya pajak natura ini, pengamat perpajakan dari Lembaga riset pajak DDTC Bernardus Bawono Kristiaji menyambut baik hadirnya PMK 66/2023 tentang PPh atas natura kenikmatan yang merupakan pengaturan teknis agenda mendorong keadilan sistem pajak yang telah diatur dalam UU HPP.
“Pasalnya, dalam rezim sebelum UU HPP, penghasilan bentuk nontunai seperti natura dan atau kenikmatan itu bukan menjadi objek pajak penghasilan. Akibatnya, menimbulkan ketidakadilan secara horizontal maupun vertical, serta adanya ketidaksetaraan perlakuan pajak,” kata Bawono, Rabu (12/7/2023).
Dikatakan Bawono, dengan adanya PMK 66/2023, unsur keadilan tersebut juga muncul semisal dari adanya batasan nilai (threshold) untuk natura/kenikmatan tertentu atau dari sisi penerimanya. Artinya, secara implisit menyasar pada kelompok pegawai tertentu yang menerima natura di luar aspek atau nilai kepantasan.
Selain itu, juga terdapat pengecualian atas natura/kenikmatan yang sifatnya alat penunjang kerja, fasilitas daerah tertentu, makanan-minuman dengan kriteria tertentu, hingga tempat tinggal komunal. Sehingga, sifatnya tetap mengedepankan produktivitas pegawai. Pengecualian sebagai objek PPh juga diberikan terhadap natura/kenikmatan yang diterima di tahun 2022 sehingga memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Untuk prinsip taxability dan deductibility-nya, secara umum sudah berlaku secara simetris. Namun, menganut pada prinsip simetris bersyarat yakni selama memenuhi kriteria biaya untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan (biaya 3M). Atas kriteria biaya 3M ini seyogianya juga diatur atau ditegaskan lebih detail agar menghindari sengketa dan misinterpretasi dalam praktik di lapangan.
Secara umum, lanjut Bawono, aturan ini sudah cukup rinci dan sesuai dengan ekspektasi publik. Namun demikian, ia menilai masih diperlukan penjelasan terkait pemenuhan administrasi wajib pajak, semisal berkaitan dengan pengisian SPT, ilustrasi perlakuan variasi natura yang belum sepenuhnya diulas dalam PMK tersebut, hingga irisannya dengan peraturan atas natura tertentu yang sebelumnya sudah diatur secara terpisah.
“Untuk proyeksi penerimaan, harusnya belum terlalu besar dalam jangka pendek karena memang yang dikedepankan oleh pemerintah kan lebih ke aspek keadilannya dan bukan potensi penerimaannya. Selain itu, penerimaan bisa disumbangkan dari kegiatan pemberian jasa yang selama ini diberikan dengan imbalan natura. Contohnya, aktivitas endorsement dari influencer,” kata Bawono.
Bepengaruh pada Level Eksekutif
Di sisi lain, Pajak Natura ini bakal berpengaruh besar bagi pemberi kerja khususnya pekerja dalam level tertentu, terutama di level eksekutif atau pengambil keputusan. Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pajak natura ini sebenarnya ditujukan pada fasilitas yang selama ini diberikan oleh perusahaan kepada eksekutifnya.
Menurut dia, fasilitas ini diperlukan perusahaan untuk menarik minat eksekutif bergabung di perusahaan. Sehingga, lanjutnya, pengenaan pajak ini akan berdampak pada paket renumerasi yang mereka (eksekutif-red) terima.
“Bila mereka (eksekutif) merasa keberatan, tentu ini jadi masalah bagi perusahaan karena bila perusahaan punya kepentingan untuk keep (menahan) eksekutif yang bagus dan produktif maka akhirnya perusahaan yang harus menambah biaya lagi untuk membayar pajak natura tersebut,” paparnya.
Hariyadi Sukamdani yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini menambahkan bagi perusahaan sendiri keberadaan eksekutif ini sangat penting dan remunerasi bagian dari upaya perusahaan mendapatkan pekerja yag berkualitas dan produktif. (tri)
https://www.facebook.com/reel/1273062296646008?s=yWDuG2&fs=e&mibextid=Nif5oz