Politik
Pakar Sarankan Gibran Mundur Usai DKPP Putuskan Ketua KPU Langgar Etik
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.
“Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin (5/2).
![](https://reportaseindonesia.com/wp-content/uploads/2024/02/IMG-20240205-WA0006.jpg)
Heddy mengatakan Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.
Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan.
Pakar kebijakan publik, Yanuar Nugroho menyarankan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mundur usai Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar etik terkait pencalonannya di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
![](https://reportaseindonesia.com/wp-content/uploads/2024/02/FB_IMG_1707228995579-576x1024.jpg)
Apalagi sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah lebih dulu memutus Ketua MK saat itu, Anwar Usman yang merupakan paman Gibran melakukan pelanggaran kode etik berat terkait putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia calon presiden (capres) dan cawapres.
“Ini calon wakil presiden lho, hukumnya enggak apa-apa menurut hukum. Tapi dua, MKMK dan DKPP mengatakan ini melanggar etik. Maka saya setuju, if i were Gibran, dengan kesatria saya mengatakan, saya mundur,” kata Yanuar di Jakarta, (5/2/2023).
Menurut Yanuar, Gibran akan lebih terhormat dan mendapat tempat yang baik di masyarakat jika memilih mundur dan kembali ambil bagian dalam kontestasi Pilpres tahun 2029. Sebaliknya, Yanuar mengatakan, masalah etik akan terus dibawa jika Gibran tidak memilih mundur dan akhirnya menang di Pilpres 2024.
Sementara itu, Pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti menyayangkan keputusan DKPP tidak bisa membatalkan pencalonan Gibran demi hukum.
Dia lantas menilai Gibran tidak memiliki etika politik dan moral. “Dan sayangnya lagi, yang menjadi cawapres itu kita tahu memang tidak memiliki etika politik dan moral politik. Kalau Anda melanggar etika politik, dan tidak memiliki moral politik, bagaimana anda bisa memiliki legitimasi?” ujar Ikrar. (tw)
![](https://reportaseindonesia.com/wp-content/uploads/2024/09/logo-ri.jpeg)