Connect with us

Politik

Pengamat: Mobilisasi Aparat Kepala Desa Ancam Demokrasi Indonesia, Kembali ke Zaman Orba dan Era Otoriter

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Mobilisasi aparat desa mendukung salah satu capres dinilai sebagai salah satu praktik yang dijalankan semasa rezim Orde Baru (Orba).  Jika dibiarkan, hal ini bisa mengancam demokrasi di Indonesia dalam jangka panjang.

“Kerugian terbesarnya tentu saja pada erosi demokrasi kita. Kita sudah jelang 2024, bukannya menjadi momentum demokrasi kita semakin terkonsolidasi, tapi justru malah setback, balik lagi ke era otoritarian,” kata Direktur Puskapol UI, Hurriyah dalam keterangannya, Rabu (.22/11).

Menurutnya, di era Orde Baru, pemerintahan bersifat “monoloyalitas” dengan mobilisasi aparat negara. Bukan hanya aparat keamanan, aparat desa pun menjadi salah satu unsur penting untuk dimobilisasi.

“Itu berdampak serius pada kekuasaan yang sentralistik dan menjadi sangat hegemonik. Dia bisa mempengaruhi, menjangkau, hampir semua institusi politik dan pemerintahan,” kata Hurriyah.

Dengan tangan-tangan yang menjamah sampai tingkat terkecil pemerintahan, rezim Orde Baru bisa melanggengkan kekuasaannya dengan digdaya.

“Nah ini yang kita khawatirkan, jangan sampai kemudian demokrasi kita yang hari ini posisinya menurut para sarjana politik dan berbagai lembaga pengindeks demokrasi sudah mengalami backsliding, penurunan gitu ya, mengalami erosi justru menjadi semakin parah,” ungkap Hurriyah.

Hurriyah mengatakan, sinyal dukungan yang diberikan ribuan aparat desa itu tak datang tiba-tiba. Fenomena itu harus dibaca melalui serangkaian pertemuan antara organisasi perangkat desa dengan Presiden Jokowi.

Misalnya, dalam hal membahas aspirasi-aspirasi desa yang dapat dijadikan kebijakan populis penguasa seperti kenaikan dana desa. Fenomena itu pun, menurut Hurriyah, tak bisa dilepaskan dari manuver Jokowi yang aktif menemui organisasi relawan jelang akhir masa jabatannya.

Sebelumnya diberitakan, organisasi perangkat desa yang tergabung dalam Desa Bersatu memberikan sinyal dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sinyal itu terlihat ketika mereka menggelar acara bertajuk “Silaturahmi Nasional Desa 2023” di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (19/11/2023), yang dihadiri oleh Gibran.

Seperti Zaman Orba dan kembali ke Era Otoriter

Hurriyah menilai, upaya mobilisasi dukungan ini kini sedang dilakukan Presiden Joko Widodo yang dianggap ingin menjaga kepentingannya melalui Gibran sebagai penerusnya.

Ia menjelaskan, sinyal dukungan yang diberikan ribuan aparat desa itu bukan datang tiba-tiba.

Fenomena itu harus dibaca melalui serangkaian pertemuan antara organisasi perangkat desa dengan Jokowi, misalnya, dalam hal membahas aspirasi-aspirasi desa yang dapat dijadikan kebijakan populis penguasa seperti kenaikan dana desa.

Fenomena itu pun, menurut Hurriyah, tak bisa dilepaskan dari manuver Jokowi yang aktif menemui organisasi relawan jelang akhir masa jabatannya. (utw)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement