Nusantara
Peringatan Anies Soal Bangun Kota di Tengah Hutan Jadi Kenyataan

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Anies Respon perihal IKN, sedikit banyak belajar dan mengerti tentang cara berpikir manusia. Bagaimana perbedaan cara berpikir masyarakat di negara maju (atau negara berkembang menuju maju) dengan masyarakat Indonesia.
Jujur, cara berpikir sebagian besar masyarakat Indonesia memang hanya setingkat anak SD di negara maju. Terlalu polos dan sederhana cara berpikirnya alias kurang bisa mikir, atau malah tidak bisa mikir sama sekali. Hanya berpikir melalui 2 sisi.
“jika ingin B maka harus melakukan A”. Belum mampu berpikir secara 3 dimensi dan berpikir bahwa dunia ini bukan hanya hitam dan putih, tetapi ada variabel-variabel lain yang menjadi penentu,” jelas Anies di Jakarta, (25/2/2025).
Ingin meratakan ekonomi satu negara, tetapi caranya dengan membangun 1 kota baru dari nol dan di tengah hutan. Logikanya bagaimana? Yang ada uang negara habis karena pemerintah akan berfokus membangun 1 kota tersebut.
Jika pembangunan ibukota baru berhasil, tetapi itu bisa memakan waktu 20-30 tahun lamanya. Itupun hanya berhasil dalam pembangunan fisiknya, belum pembangunan manusia nya. Dan selama itu pula puluhan juta rakyat harus menahan lapar, jatuh ekonominya dari golongan menengah menjadi golongan miskin, dan bayangkan pula berapa generasi masyarakat yang pendidikan nya terganggu karena biaya pendidikan makin mahal dan orang tua mereka tidak mampu memberikan pendidikan ke anak, karena pendidikan dasar yang masih belum gratis sepenuhnya.
Manusia Indonesia terpecah antara yang pro dan kontra IKN. Mereka yang pro sangat optimis sekali IKN mampu membuat Indonesia menjadi negara maju. Rasa optimis memang bagus, tetapi akan menjadi bencana jika rasa optimis tersebut terjadi di negara yang terkenal sebagai salah satu yang memiliki daya minat baca terendah di dunia. Rakyat lebih senang melihat berita indah (yang tidak sesuai realita) karena kehidupan sehari-hari mereka sudah suram, dan karena itulah mereka mudah dicuci otak. Sedangkan yang kontra IKN dianggap sebagai golongan pesimis, tetapi sebenarnya banyak golongan pesimis itu karena mereka mampu berpikir secara realistis. Jadi cara manusia manusia menyikapi sesuatu itu ada 3, yaitu secara optimis, pesimis dan realistis. Dan yang paling baik adalah berpikir secara realistis.
Lalu ini ada gambar Anies dengan potongan pendapat dia terkait IKN. Dia yang merupakan lulusan ekonomi tentu cara berpikirnya dilandaskan berdasarkan faktor untung-rugi, tetapi karena itulah dapat menjadi penyeimbang antara pemikiran orang budaya (humanis pro manusia & alam) & pemikiran orang teknik (kemajuan dengan pembangunan fisik).
Sayangnya manusia Indonesia tidak banyak yang mampu memahami ucapan Anies, karena seperti yang saya ucapkan di awal tulisan karena cara berpikir manusia Indonesia sebagian masih setingkat anak SD. Makanya ketika Anies berbicara “polusi itu tidak mengenal batas wilayah, polusi di Jakarta banyak berasal dari luar Jakarta (PLTU Tangerang)”, lalu golongan masyarakat berpendidikan rendah menangkapnya adalah “angin tidak punya KTP”. Dan ketika Anies berbicara “membangun 40 kota setara Jakarta (dengan mengubah kota menengah menjadi kota besar) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya”, lagi-lagi golongan masyarakat berpendidikan rendah menangkapnya adalah “tidak realistis, bangun Jakarta aja puluhan tahun”.
“Ketika membangun kota baru adalah dengan alasan pemerataan, maka itu tidak akan menghasilkan pemerataan yang baru. Mengapa? Karena itu akan menghasilkan sebuah kota baru yang timpang dengan daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Kalau mau memeratakan Indonesia, maka bangun kota kecil menjadi menengah, kota menengah menjadi besar di seluruh wilayah Indonesia. Bukan hanya membangun satu kota di tengah-tengah hutan, karena membangun satu kota di tengah hutan itu sesungguhnya menimbulkan ketimpangan yang baru,” ucap Anies Baswedan. (ut)
