Nasional
Pramuka Dihapus dari Ekskul Wajib, Ketua Komisi X DPR RI: Mendikbud Kebablasan
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menghapus Pramuka sebagai ekstrakurikuler (ekskul) wajib di sekolah adalah kebablasan.
Sebab, menurut dia, Pramuka merupakan paket komplit yang berperan penting dalam pembentukan karakter pelajar Pancasila.
“Kebijakan penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib bagi kami kebablasan. Pramuka selama ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik,” kata Huda dalam keterangannya, Senin (1/4/2024).
“Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi tertanamnya rasa cinta Tanah Air yang menjadi karakter khas pelajar Pancasila,” ujarnya lagi.
Huda mengatakan, menjadikan kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka sebagai kegiatan sukarela bagi peserta didik bisa jadi kebijakan terbaik. Kendati demikian, dia berpandangan bahwa semestinya Nadiem memahami bahwa tidak semua peserta didik maupun wali murid yang mempunyai preferensi cukup untuk memilih kegiatan esktrakurikuler sesuai dengan kebutuhan mereka. “Jangan semua dibayangkan peserta didik kita semua ada di kota-kota besar yang mempunyai akses informasi cukup untuk memahami kebutuhan pengembangan diri mereka. Bagaimana dengan peserta didik yang ada di pelosok nusantara. Bisa jadi mereka akan memilih tidak ikut ekskul karena hanya bersifat sukarela,” kata Huda. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menilai klausul adanya kegiatan ekskul bersifat wajib merupakan tindakan afirmasi.
Dengan adanya kewajiban ini, menurut Huda, penyelenggara sekolah, peserta didik, maupun tenaga pendidik mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakannya. “Dan dipilihnya Pramuka sebagai ekskul wajib tentu mempunyai alasan dan dasar hukum jelas. Di mana Pramuka secara historis telah terbukti sebagai kegiatan yang efektif dalam menanamkan rasa cinta Tanah Air, mengajarkan semangat kemandirian dan kebersamaan, sekaligus melatih kepemimpinan dan organisasi,” ujarnya.
“Negara juga mengakui arti penting Pramuka dengan melahirkan UU Nomor 12/2010 tentang Gerakan Pramuka,” kata Huda lagi. Dia pun menegaskan bahwa saat ini Pramuka masih layak dijadikan ekskul wajib di sekolah. Hal ini seusai dengan kaidah fiqih dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashaalih atau menghindari keburukan harus lebih didahulukan daripada mengejar kebaikan. “Anda bisa bayangkan potensi negatif apa yang terjadi saat tidak ada kewajiban bagi peserta didik untuk memilih salah satu pun ekskul yang ditawarkan sekolah karena bersifat sukarela. Apalagi, saat ini penetrasi medsos (media sosial) begitu luar biasa yang membuat mayoritas generasi kita lebih suka rebahan dan suka happy-happy sebagai bagian jati diri,” ujar Huda.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah memastikan bahwa Pramuka masih menjadi ekstrakurikuler di sekolah. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menegaskan bahwa semua sekolah mulai jenjang dasar sampai menengah wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka. Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah mewajibkan sekolah menyelenggarakan minimal satu ekstrakurikuler. Kemudian, dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka juga mewajibkan satuan pendidikan untuk memiliki gugus depan.
“Permendikbudristek 12/2024 tidak mengubah ketentuan bahwa Pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah. Sekolah tetap wajib menyediakan setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu Pramuka,” ujar Anindito, dilansir dari rilis Kemendikbud, Senin. (tw)