Connect with us

Hukum

Rusaknya Hukum di Negara Ini! MA Batalkan Vonis Mati Ferdy Sambo dan Pangkas Vonis Putri Candrawathi Jadi 10 Tahun Penjara

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Sungguh rusak hukum di era rejim jokowi, Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup.

Dikutip dari Kompas.com hukuman Sambo diringankan setelah MA menolak kasasi perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diajukan Sambo.

Selain itu, MA juga menyunat vonis istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. 

“Tolak kasasi Penuntut Umum dan Terdakwa dengan perbaikan pidana menjadi pidana penjara 10 tahun,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Mahakamah Agung, Sobandi, dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Selasa (8/8/2023).

Diketahui, Putri divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ia dinilai terbukti turut serta melakukan pembunuhan berencana pada ajudannya, Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat.

Banding sempat ditolakhttps://d-36075715781006222688.ampproject.net/2307272333000/frame.html

Sebelum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak upaya banding para terdakwa di kasus polisi tembak polisi atau pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Majelis Hakim PT DKI Jakarta Rabu (13/4/2023) pagi sampai petang secara maraton membacakan putusan atas banding yang diajukan empat terdakwa.

Keempat terdakwa yang mengajukan banding tersebut adalah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo; istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi; asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf; dan pengawal Sambo, Bripka Ricky Rizal.

Majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut ada lima orang, yaitu Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi.

Pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, penjara seumur hidup bagi Putri Candrawathi, penjara 15 tahun untuk Kuat Ma’ruf, dan penjara 13 tahun bagi Ricky Rizal.

Kempat terdakwa tersebut disidang secara terpisah. Majelis hakim membacakan putusan mereka secara berurutan mulai dari Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Ricky RIzal.

Kelima majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut sama-sama sepakat dan kemudian menjatuhkan vonis menolak banding yang diajukan para terdakwa.

Dengan demikian, vonis majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta adalah hukuman mati untuk  Ferdy Sambo,penjara 20 tahun untuk Putri Candrawathi, penjara 15 tahun buat Kuat Ma’ruf, dan penjara 13 tahun untuk Ricky Rizal.

“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023,” ujar Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso. 

Terkait vonis Putri Candrawathi, “Menguatkan putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan Nomor: 800/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel tertanggal 14 Februari 2023 yang dimintakan banding tersebut,” ujar hakim Abdul Fattah

Begitu pun untuk vonis atas banding yang diajukan terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal, majelis hakim pun menguatkan putusan PN Jaksel atau pada prinsipnya tetap menjatuhkan hukuman yang sama. 

Ricky Rizal melalui penasihat hukumnya, Erman Umar, langsung mengajukan upaya hukum selanjutnya, yaitu kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Selain menjatuhkan vonis yang sama dengan putusan PN Jaksel, majelis hakim juga memerintahkan para terdakwa tetap di dalam tahanan.

Dengan demikian, putusan terhadap keempat terdakwa tersebut masih sama dengan putusan PN Jakarta Selatan.https://d-32401230302645571473.ampproject.net/2307272333000/frame.html

Sementara itu, satu orang terdakwa lainnya, yaitu Bharada Richard Eliezer yang divonis paling rendah daripada para terdakwa lainnya, tidak mengajukan banding.

Bharada Eliezer sebelumnya dituntut 12 tahun penjara, tetapi hanya divonis satu tahun enam bulan.

Tetap Ditahan

Majelis hakim PT DKI Jakarta juga memerintahkan para terdakwa tetap dalam tahanan.

“Mengadili, satu, menerima permohonan banding dari Ferdy Sambo dan penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso.

“Kedua, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023, yang dipintakan banding tersebut. Ketiga, menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan. Keempat, membebankan biaya perkara kepada negara,” kata Singgih.

“Demikian diputuskan dalam rapat Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” katanya.

“Jadi demikian putusan yang sudah kita ambil, yang pada intinya kita menguatkan putusan PN Jakarta Selatan. Putusan ini akan kami serahkan ke pihak-pihak yang berkepentingan,” kata Singgih.

Sebelumnya dalam siaran televisi, Hakim Anggota Pengadilan Tinggi DKI membacakan kronologi peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Tindakan pengambilan dekorder CCTV di Perumahan Duren Tiga tanpa seizin ketua RT Prof Seno,” kata hakim anggota di PT DKI.

Kemudian, Hakim Anggota itu menjelaskan bahwa pada 9 Juli 2022 datang lima orang mengaku anggota polisi ke pos keamanan Rumah Dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Kemudian, CCTV itu diserahkan ke Cuk Putranto dan dimasukan ke dalam bagasi mobilnya.

“Saksi Cuk Putranto tanpa dibekali surat tugas dan prosedur dia menaruh (dekoder CCTV) di bagasi mobilnya, bukan diserahkan (ke penyidik) untuk dilakukan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo selaku terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana atas ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Senin (13/2/2023).https://d-32701407691366905202.ampproject.net/2307272333000/frame.html

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana atas Brigadir J.

Menurut majelis hakim semua unsur dalam pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo sudah terpenuhi.

Dalam putusannya hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau mengaburkan tewasnya Brigadir J.

Ferdy Sambo diputuskan telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Juga melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Majelis hakim dalam kasus ini diketuai Wahyu Iman Santoso, dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.

Unsur Terpenuhi

Hakim menyebutkan bahwa unsur perencanaan dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J telah terpenuhi.

Begitu juga dengan unsur kesengajaan yang dilakukan Ferdy Sambo Cs untuk menghabisi Brigadir J.

“Menimbang bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis, unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi,” kata dia. Wahyu mengatakan, terdakwa Ferdy Sambo telah memikirkan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Mulai dari pemilihan lokasi hingga menggerakkan orang lain untuk membantu perencanaan pembunuhan itu.

“Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya,” kata Wahyu.

Saat itu, Sambo mengutarakan niatnya kepada Ricky Rizal hingga perkataan menembak korban Brigadir J kalau melawan.https://d-23549153561724767381.ampproject.net/2307272333000/frame.html

“Dan memanggil saksi Richard dengan mengatakan hal yang sama, bahkan lebih dari tegas daripada itu, serta adanya susunan skenario yang membuat seakan-akan kejadian sebelum atau sesudah penembakan kekerasan menjadi tembak-menembak sebagai tindakan membela Putri Candrawathi,” ujar Wahyu.

“Dan membela diri yang semuanya telah dirancang dan dipikirkan dengan baik dan tenang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi,” lanjut dia.

Menurut majelis hakim, unsur dengan sengaja dan berencana telah terpenuhi dalam rangkaian peristiwa yang terangkum dalam fakta persidangan.

Yakni, kata Hakim, Ferdy Sambo meminta ajudannya, Ricky Rizal, untuk menembak Brigadir J. Namun ditolak. Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri kemudian meminta Ricky Rizal memanggil Richard Eliezer atau Bharada E.

Jenderal bintang dua itu kemudian meminta Bharada E menjadi eksekutor untuk membunuh Brigadir J di rumah dinasnya, di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Menimbang bahwa unsur dengan sengaja menurut majelis telah nyata terpenuhi,” papar Hakim Wahyu.

Pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Akhirnya, Brigadir J pun tewas diekskusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). (tw)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement