Connect with us

Peristiwa

RUU TNI Dinilai Cacat Substansial dan Prosedural, Koalisi Sipil Siap Uji Materi

Published

on

RUU TNI Dinilai Cacat Substansial dan Prosedural, Koalisi Sipil Siap Uji Materi

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Amnesty International Indonesia berencana menggugat Undang-Undang TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, UU TNI yang baru disahkan masih memuat pasal-pasal bermasalah, terutama perluasan jabatan militer ke ranah sipil.
 
“Ada wacana didalam kalangan masyarakat sipil untuk melakukan uji material atau judicial review di Mahkamah Konstitusi. Tapi saat ini kami masih mempelajari naskah terakhir yang benar-benar sudah disahkan tadi. Tadi juga kami sudah coba konfirmasi ke beberapa anggota dewan, apakah naskah yang hari ini disahkan adalah naskah yang kemarin diserahkan oleh anggota dewan kepada kami?, dan adakah perubahan yang baru?. Mereka bilang tidak ada perubahan,” Ujar Usman di depan Gedung DPR RI, Kamis (20/3).
 
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menegaskan revisi UU TNI cacat secara prosedural. Ia menyoroti kurangnya sosialisasi Badan Legislasi DPR sesuai Tata Tertib DPR, serta proses pembahasan yang dianggap terlalu cepat dalam satu masa sidang.
 
Selain itu, koalisi masyarakat sipil juga berencana mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Usman Hamid menegaskan, semua peluang akan dicoba untuk mengoreksi UU TNI tersebut.

Tujuh Mahasiswa UI Ajukan Uji Formil UU TNI

Tujuh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan oleh pemerintah dan DPR. Gugatan tersebut telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 47/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.

Dalam permohonannya, para pemohon menyatakan bahwa revisi terhadap UU TNI yang telah disahkan tidak memenuhi asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

Mereka berpendapat bahwa proses pembahasan RUU TNI kurang melibatkan partisipasi publik, serta sulitnya masyarakat untuk mengakses draf RUU tersebut.

“Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali,” ungkap Usman, Senin (24/3/2025).

Gugatan ini juga mengkritisi fakta bahwa RUU TNI yang disahkan tersebut tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang merupakan daftar prioritas pembentukan undang-undang. Para pemohon menilai hal ini menciptakan ketidakpastian hukum, mengingat pembahasan RUU tersebut tidak mengikuti mekanisme perencanaan yang diatur dalam UU P3.

Menurut para pemohon, UU TNI yang baru disahkan menggunakan naskah akademik periode 2020-2024, meskipun RUU tersebut tidak berstatus carry over (lanjutan) dari periode legislatif sebelumnya.

Presiden Prabowo Subianto diproyeksi semakin lebar lakukan tindakan bagi-bagi ‘kue’ atau jabatan sipil kepada para koleganya di militer seiring telah disahkan revisi UU TNI no. 34 tahun 2004. Tindakan itu memang jadi konsekuensi bagi Prabowo untuk memberikan jabatan sipil kepada anggota aktif TNI yang kini secara aturan telah dilegalkan.

“Menurut saya itu konsekuensinya. Dan selain bagi-bagi jabatan, tentu saja yang paling besar adalah dengan memperluas peran TNI aktif di ranah sipil, ini kan baru permulaan,” kata Pengamat politik Saidiman Ahmad kepada Suara.com, dihubungi Kamis (20/3/2025).

Legalnya anggota aktif TNI pegang jabatan sipil tanpa perlu pensiun itu memperluas kekuasaan militer pada ranah sipil. Situasi seperti itu yang menjadi sumber protes publik untuk menolak RUU TNI. Karena dinilai mirip dengan situasi ketika masa kepresidenan Soeharto selama Orde Baru.

“Kami sekarang bicara soal 15 atau 16 lembaga (yang bisa diisi militer) atau misalnya ada kasus Teddy yang seskab, yang seperti diakal-akalin masuk ke dalam sekretariat militer agar dia tetap bisa menjadi tentara aktif. Kita tidak tahu ke depan ini akan akal-akalan semacam itu mungkin akan terus-menerus dilakukan seiring dengan lolosnya misalnya penguatan TNI di ranah sipil,” kritiknya.

Pandangan serupa sebelumnya juga disampaikan oleh pengurus Gerakan Nurani Bangsa Alissa Wahid yang menyoroti bahaya jika anggota aktif TNI makin banyak yang menduduki jabatan sipil. Menurutnya, rakyat yang nantinya akan paling menderita akibat hidupnya kembali dwifungsi TNI.

“Kalau tentara aktif kemudian harus bertugas di lembaga-lembaga sipil, aktif, berarti masih punya jalur kepada angkatan bersenjata, orang yang memiliki senjata, masih ada jalur koordinasi, jalur komando. Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkendak yang sama dengan penguasa,” kata Alissa saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

Tindakan tidak wajar dari TNI yang menggunakan senjata kepada masyarakat sipil sebenarnya telah terjadi saat ini. Alissa yang juga pengurus jaringan Gusdurian itu mengungkapkan kalau organisasi itu banyak sekali mendampingi warga yang terdampak langsung proyek strategis nasional (PSN) yang pengamanannya dijaga langsung oleh TNI.

“Mereka berhadapan dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka tidak punya wewemang. Kalau diberikan akses ini, maka kehadiran mereka jadi legal,” ucapnya.

Disahkan jadi UU

Revisi UU TNI itu telah disahkan sebelumnya oleh Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna di Gedung Senayan, Jakarta, kemarin. Akibat revisi tersebut, anggota TNI kini bisa menempati posisi jabatan sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.

Semula, aturan pada Pasal 47 Ayat (1) UU TNI lama disebutkan kalau prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Namun, dalam UU TNI baru, poin itu diubah sehingga TNI akfif dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga.

Selain itu, ruang lingkup sipil yang bisa dipegang TNI juga diperbanyak. Hal itu tertuang dalam perubahan pada Pasal 7 UU TNI yang mengatur operasi militer selain perang atau OMSP.

Terdapat dua tambahan kewenangan TNI dalam OMSP, di antaranya membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan Warga Negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Sementara itu, berikut daftar 14 lembaga lainnya yang sejak semula bisa diduduki TNI aktif dalam UU TNI Pasal 47:

Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
Badan Intelijen Negara
Badan Siber dan/atau Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional
Badan Search And Rescue (SAR) Nasional
Badan Narkotika Nasional
Mahkamah Agung
Badan Nasional Perigelola Perbatasan (BNPP)
Badan Penanggulangan Bencana
Badan Penanggulangan Terorisme
Badan Keamanan Laut
Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer. (ut)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement