Connect with us

Ekonomi

Soal Kopi Indonesia, Bakal Makin Mahal?

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Secangkir kopi tak sekadar cerita rasa, kisah perjuangan, adaptasi, dan ketahanan, ia membawa perjalanan panjang dari perkebunan hingga meja.

Pada 2024, kopi Indonesia menghadapi pasang surut yang tak terhindarkan, seiring pulihnya sektor pertanian dari cuaca ekstrem 2023. Namun, seperti kopi yang tetap harum meski diracik ulang, industri kopi Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan meski ada revisi ke bawah.

Menurut USDA, Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS), produksi kopi Indonesia untuk tahun panen 2024/2025 diproyeksikan mencapai 10 juta kantong (1 kantong = 60 kg), turun 8% dari prediksi sebelumnya. Wilayah Sumatera Selatan, penghasil utama robusta yang menyumbang 85% dari produksi nasional, mencatat pemulihan yang tidak merata. Sebaliknya, di Sumatera Utara, produksi arabika tetap stabil dengan 1,4 juta kantong, berkat cuaca yang mendukung dan dukungan teknis bagi petani lokal.

Sumatera Utara menjadi pengecualian dengan produksi arabika yang stabil di 1,4 juta kantong. Di sini, petani memanfaatkan dukungan teknis, termasuk pelatihan penggunaan pohon penaung dan pengendalian hama. Beberapa daerah bahkan mempraktikkan sistem tumpang sari dengan tanaman sayuran untuk memaksimalkan produktivitas lahan.

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% di semester pertama 2024, deflasi yang berkepanjangan membatasi daya beli masyarakat. Konsumsi kopi domestik diperkirakan tetap di angka 4,8 juta kantong. Produk kopi siap minum (ready-to-drink) terus menarik perhatian konsumen berkat distribusi luas dan harga yang terjangkau, dengan mayoritas konsumen memilih produk di bawah Rp30.000.

Ekspor kopi Indonesia diprediksi meningkat 18% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 5,2 juta kantong, meskipun lebih rendah dari proyeksi awal. Amerika Serikat tetap menjadi pasar utama, menyerap hingga 15% ekspor, diikuti oleh Mesir (11%), Malaysia (9%), dan Jepang (6%). Namun, pasar Uni Eropa menghadapi tantangan besar akibat regulasi deforestasi baru (EUDR) yang memperketat persyaratan.

Harga biji robusta melonjak hingga 79% dibandingkan 2023, memicu pencurian hasil panen di Sumatera Selatan. Pemerintah setempat mengambil langkah inovatif dengan program registrasi lahan kopi untuk memastikan jejak produksi yang transparan.

Di tengah peningkatan pasokan lokal, impor biji kopi hijau dari Vietnam dan Brasil diproyeksikan turun tajam ke 475.000 kantong, dibandingkan 942.000 kantong tahun sebelumnya. Ini menunjukkan pergeseran preferensi ke produk domestik, seiring kebangkitan robusta.

Keterlambatan implementasi EUDR selama 12 bulan memberi ruang napas bagi eksportir untuk menyesuaikan diri. Dengan waktu tambahan ini, diharapkan ekspor ke Uni Eropa kembali pulih secara bertahap.

Meski banyak tantangan, kopi Indonesia menunjukkan ketahanan luar biasa. Dari dataran tinggi Sumatera hingga pasar global, biji kopi Nusantara terus menjadi simbol adaptasi dan inovasi. Perjalanan masih panjang, tetapi masa depan yang lebih cerah tengah menanti, dengan harapan akan kebijakan yang mendukung dan kesadaran global terhadap nilai kopi Indonesia.

Dari kebun hingga pasar global, kopi Nusantara terus mengharumkan nama bangsa, menjadi simbol ketangguhan di tengah perubahan. (ut]

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement