Connect with us

Otomotif

Terjawab Kenapa Emisi Kendaraan Listrik Lebih Besar Dibanding Bensin, Ini Penjelasan Kemenperin

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Jakarta,

Banyak yang bilang polusi motor atau mobil listrik lebih kecil ternyata tidak semuanya benar.

Terjawab dari mana emisi kendaraan listrik lebih besat dibanding besin simak penjelasan ahli agar paham.

Seperti dijelaskan Kementerian Perindustrian, tingkat emisi yang dihasilkan kendaraan listrik masih jadi masalah.

Walau pemakaian kendaraan listrik bisa menekan emisi hingga 100 persen, tapi proses produksi listriknya masih pakai mineral hasil tambang.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap, produsen harus berusaha agar emisi Gas Rumah Kaca (ERK) bisa ditekan.

Emisi kendaraan listrik akan jauh lebih rendah jika energi listrik yang digunakan untuk proses produksi dan saat mengisi baterai berasal dari energi bersih yang ramah lingkungan,” katanya, Jumat (13/10/2023).

“Sehingga, dekarbonisasi sektor kelistrikan dapat membantu mengurangi penggunaan fase emisi pada kendaraan listrik berbasis baterai BEV (battey electric vehicle/BEV) ,” lanjut Agus.

Lebih jauh, klaim tersebut diperoleh dari studi Polestar dan Rivian tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara dan Asia Pasifik yang dilaporkan Polestar and Rivian Pathway Report (2023).

Pada laporan itu disebutkan jika selama siklus hidupnya, emisi yang dihasilkan EV sangat rendah dibanding kendaraan berbahan bakar fosil.

Data tersebut menjelaskan kalau emisi dari BEV hanya 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e).

“Meski begitu, saat ini telah berkembang inovasi dan perbaikan dalam rantai pasok baterai dan teknologi pengemasan untuk mengurangi dampak tersebut,” kata dia.

Pada sisi pemakaian, kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi gas buang karena menggunakan motor listrik dan baterai sebagai penggeraknya.

Sedangkan kendaraan konvensional menghasilkan emisi langsung dari proses pembakaran BBM tergantung jenis dan kualitas bahan bakar yang digunakan.

Emisi yang dihasilkan oleh BEV saat periode pemeliharaan kendaraan listrik pun dikatakan lebih rendah karena konsumsi energinya lebih sedikit.

Sementara kendaraan listrik hybrid dan kendaraan konvensional melibatkan penggunaan material dan energi yang lebih besar, serta penggantian suku cadang yang lebih banyak.

Ketika masa pakai berakhir, atau di tahap deponi dan daur ulang, kedua jenis kendaraan akan menghasilkan limbah.

Kendaraan listrik hybrid dan konvensional menghasilkan limbah dari oli mesin dan komponen lainnya.

Bukan hanya itu, baterai bekas kendaraan listrik BEV juga dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder.

Penting untuk dicatat bahwa dampak emisi selama siklus hidup kendaraan sangat dipengaruhi oleh sumber energi listrik yang digunakan.

Secara keseluruhan, sektor industri nasional mengeluarkan 15-20 persen dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional.

Dilihat dari sumber emisinya, 60 persen emisi berasal dari penggunaan energi, 25 persen lainnya dari limbah industri dan 15 persen berasal dari Industrial Process and Product Use (IPPU).

Kelemahan Kendaraan Listrik

Tidak semua benar menggunakan kendaraan elektrik bikin irit di kantong.

Setiap seribu hari pemilik motor listrik wajib punya Rp7 juta untuk penggantian part yang mahal ini agar normal.

Kurang lebih setiap seribu hari tergantung perawatan motor listrik akan mengalami gejala penurunan perfroma.

Adapun berkuangnya performa tersebut bisa dengan mudah diketahui oleh para pemilik motor listrik.

“Salah satunya jarak tempuh yang sudah tidak sejauh,” ujar ujar Ady Siswanto, Owner Dyvolt EV Shop.

Jadi sebaiknya masyarakat tidak perlu membeli kendaraan listrik yang disarankan oleh pemerintah yang mempunyai kepentingan untuk mencari untung besar bagi mereka sendiri dengan pengajuan subsidi melalui APBN. (ut)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement