Ekonomi
Ustad Adi Hidayat Bongkar Kekeliruan Pajak Restoran: Yang Dipungut Tempat Makannya, Kok Pelanggan yang Bayar?
REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Beredar video berisi ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) tentang peringatan kepada pemilik usaha tempat makan yang membebankan pajak kepada pelanggan atau konsumennya.
Dalam video ceramah tersebut, Ustadz Adi Hidayat menyebutkan betapa seringnya kita makan di tempat makan atau restoran, dan saat membayar tagihan muncul rincian pajak yang harus dibayar berupa PPN.
Terkait pajak yang dikenakan kepada pelanggan, Ustadz Adi Hidayat memberi peringatan kepada pemilik tempat makan bahwa hal tersebut tidak sesuai aturan.
Video yang banyak beredar ini salah satunya diunggah oleh akun TikTok @harun_hudari.
Pada ceramahnya di video itu, UAH mengatakan bahwa lembaga pajak sebenarnya tidak memberlakukan pajak untuk orang yang makan di restoran.
Negara memberlakukan pajak itu kepada restoran, lalu ada pemilik restoran yang malah membebankan pajaknya kepada pelanggan.
“Kita masuk ke restoran, kita yang makan, kok kita bayar pajak? Dan saya tanyakan pada orang pajak, ternyata nggak ada pajak makanan katanya. Itu yang bikin pajaknya, orang restorannya,” tutur Ustadz Adi Hidayat di awal video.
“Restoran kan bukan petugas pajak. Jadi yang dibebankan pajak itu kepada pemilik restorannya, bukan orang yang makan di situ. Tapi orang restoran membebankan pajak PPN-nya kepada orang makan. Itu salah,” ujar UAH menambahkan.
“Dari Direktorat Pajak-nya nggak ada pajak makanan, tapi orang restoran bikin pajak dibebankan kepada pembeli atau pemakan. Itu keliru,” sambungnya.
UAH kemudian menyampaikan peringatan bagi pemilik tempat makan yang masih membebankan pajak kepada pelanggan, ancamannya adalah masuk neraka.
“Maka hati-hati antum yang punya warung makan. Awas, jangan bebankan pajak antum kepada orang yang makan di tempat antum. Ketika antum bebankan, antum sudah berencana masuk ke dalam neraka,” tegas Ustadz Adi Hidayat.
UAH juga mengingatkan kepada pengelola mini market seperti Alfamart dan Indomaret mengenai pajak yang dibebankan kepada pembelinya.
“Awas hati-hati. Yang punya Alfamart, Indomaret, awas. Begitu beli, PPN 10 persen. Siapa yang kasih PPN? Di negara tidak ada aturan itu. Di kala antum cantumkan sendiri, antum yang bikin-bikin. Awas hati-hati. Itulah yang disebut shohibul maks,” pungkasnya.
Aturan Pajak harus berpedoman kepada Al-Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas. Jika memungut Pajak secara dzalim (tidak sesuai syari’at) maka Rasulullah melarang, sebagaimana hadits yang berbunyi,”Laa yadkhulul jannah shahibul maks”, yang artinya tidak masuk surga petugas Pajak yang dzalim, (HR. Abu Daud, Bab Kharaj, hal. 64, hadits no. 2937 dan Darimi, bab 28, hadits no. 1668). (utw)