Ekonomi
Uang Danantara Digunakan oleh Ponakan Luhut untuk Bermain Saham, Ambyar!
 
																								
												
												
											REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Uang Rp80 triliun bukan buat main-main, tapi kok malah diputar beli obligasi? Ini duit negara, bukan modal eksperimen keponakan pejabat!
Publik dikejutkan dengan laporan dari RMOL.id yang menyebut bahwa Danantara, lembaga pengelola investasi hasil kumpulan dividen BUMN, malah digunakan untuk membeli obligasi.
Padahal, mandat awal Danantara adalah membiayai proyek strategis nasional—bukan bermain di pasar modal.
Yang bikin ramai, keputusan ini diambil oleh Chief Investment Officer (CIO) Pandu Patria Sjahrir, yang juga dikenal sebagai keponakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Nilainya tak main-main: 15% dari total dividen BUMN yang mencapai lebih dari Rp80 triliun dialihkan untuk beli obligasi.
Secara teknis, obligasi memang instrumen investasi yang aman dan menguntungkan. Tapi kalau sumber dananya dari uang hasil kerja BUMN untuk rakyat, logikanya harus jelas: apa manfaat langsungnya ke publik?
Karena dengan membeli obligasi, Danantara justru menunda dampak ekonomi riil yang seharusnya dirasakan masyarakat melalui proyek pembangunan, lapangan kerja, atau infrastruktur baru.
Kritik keras datang dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menegaskan bahwa dana dividen BUMN harus masuk ke sektor riil, bukan pasar modal.
Artinya, uang itu seharusnya bergerak membangun—bukan tidur menunggu kupon bunga.
Sementara Pandu Patria berdalih, langkah itu cuma “sementara” untuk mendulang keuntungan hingga akhir 2025. Tapi publik tentu berhak curiga, karena ini bukan uang pribadi, dan semua keputusan mesti transparan.
Kalau Danantara dibiarkan “bermain” seenaknya dengan dana publik, lama-lama fungsi lembaga ini bisa bergeser dari motor pembangunan jadi kas investasi elitis.
Dan karena ini menyangkut uang negara, publik punya hak untuk mengawasi.
Sebab setiap rupiah yang berputar di tangan mereka—itu berasal dari keringat rakyat. Jadi, eh kalian di Danantara, jangan seenaknya! (ut)
 
																	
																															
 
			 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											 
											