Connect with us

Nasional

Bahlil Sebut Utang IMF Lunas di Masa SBY, Di Era Jokowi Utang Lagi dan Bengkak

Published

on

REPORTASE INDONESIA – Jakarta, Fakta Utang Indonesia ke Dana Moneter Internasional (IMF) dikabarkan sudah lunas. Hal ini disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.

Dikatakan bahwa utang tersebut lunas pada era pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia pun mengucapkan rasa terima kasih kepada pemerintahan di era Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014) yang telah berhasil membuat Indonesia tak lagi berutang dengan lembaga keuangan internasional itu.

“Utang kita udah selesai ke IMF. Kita harus berterima kasih pada pemerintahan sebelum Pak Jokowi, yaitu di zamannya Pak SBY. Itu berhasil menyelesaikan utang kita ke IMF,” jelas Bahlil di Jakarta (1/7/2023).

Bahlil bahkan secara gamblang menyebut, IMF bak lintah darat saat memberikan utang ke Indonesia. Selama ini, kata Bahlil banyak paket kebijakan ekonomi yang disarankan IMF justru tidak sesuai dengan Indonesia.

“Menurut kajian mereka juga mengatakan, ini kayak lintah darat ibaratnya. Jadi banyak paket kebijakan ekonomi dari IMF yang tak cocok dengan negara kita,” kata Bahlil lagi.

Pada kesempatan itu, Bahlil juga menceritakan kisah bagaimana salah diagnosa IMF kepada Indonesia saat dilanda krisis moneter pada 1998.

Saat krisis moneter 1998 tersebut, kata Bahlil IMF merekomendasikan sejumlah kebijakan, yang justru membawa dampak sangat besar terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Industri kita ditutup, contoh PT Dirgantara Indonesia. Banso-bansos (bantuan sosial) ditutup. Artinya daya beli masyarakat lemah di situ. Cikal-bakal deindustrilisasi,” tutur Bahlil.

Adapun semua kebijakan tersebut akhirnya gagal total, menyebabkan bunga kredit ikut terkerek naik. Kemudian hampir seluruh pengusaha kolaps. Banyak kredit macet dan aset-aset pun diambil.

Kondisi pada 1998 itu, kata Bahlil membuat Indonesia seolah menjadi pasien salah diagnosa.

Mengingatkan Bahlil dengan cerita lama itu, kini IMF baru saja mengatakan permintaan agar Indonesia tak memperluas kebijakan hilirisasi dengan larangan ekspor bahan mineral mentah. Dalam hal ini, jelas Bahlil menolak permintaan tersebut.

“Dia sudah pernah menjadikan kita pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita akan mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, dia memasukan kita ke ruang ICU? Ibarat orang sakit harusnya nggak operasi total, kemudian operasi total terus gagal,” ujarnya.

Di sisi lain, IMF sendiri juga telah menyatakan kondisi ekonomi RI dalam keadaan baik. Karenanya, permintaan menyangkut ekspor ini menuai tanda tanya besar.

Menurut Bahlil, IMF telah melakukan standar ganda mengingat negara-negara lain boleh melakukan hal serupa, sementara hanya Indonesia yang tak boleh melakukan langkah tersebut.

Selaras dengan hal ini pula, Bahlil pun menegaskan, tidak akan mengikuti permintaan yang dilayangkan oleh IMF untuk berhenti menyetop ekspor bahan-bahan baku mentah mineral lainnya.

“Langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan jadi prioritas negara dalam pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Yang kedua, larangan ekspor tetap akan kita lakukan. Kalau mau gugat kita ke WTO, WTO aja. Masa orang lain boleh (setop ekspor), kita tidak? Yang bener aja, negara ini sudah merdeka,” ujarnya.

Utang Jokowi Cetak Rekor Era Reformasi

Dua puluh lima tahun era reformasi, pemerintahan Jokowi dituding punya utang paling jumbo ketimbang pemimpin lain. Per Maret 2023, utang pemerintah mencapai Rp7.879 triliun. Dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menembus 39,17 persen.

“Berdasarkan batasan utang yang ditetapkan melalui UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen PDB, utang pemerintah berada di dalam batas aman dan terkendali,” kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan (Menkeu) saat pembahasan APBN KiTA edisi April 2023, Selasa (9/5/2023).

Era Jokowi Utang Naik 3 Kali, Setiap Warga Tanggung Rp28 Juta

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan tercatat dalam sejarah sebagai rezim paling doyan utang dengan capaian nominal utang publik atau pemerintah pusat jumbo, mencapai Rp7.879 triliun, per Maret 2023, naik 3,2 kali lipat dari awal memerintah pada 2014. Karena itu merupakan utang publik, maka ini sama artinya, setiap kepala rakyat Indonesia saat ini menanggung utang Rp28,7 juta, naik dari posisi terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya Rp10 juta per kepala.

Soal utang, prestasi Presiden Jokowi memang terbaik dibandingkan pendahulunya. Dengan posisi Menteri Keuangan yang dijabat oleh orang yang sama, Sri Mulyani. Rezim SBY yang memerintah pada 2004-2014 mampu menekan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi sekitar 25% di akhir serah terima jabatan presiden pada 2014, dari awal memimpin 57%. Sebaliknya, Jokowi membawa rasio utang publik melonjak ke angka 38% tahun ini.

Salah satu alasan yang sering dijadikan bantalan pemerintah saat ini adalah balada pandemi Covid-19 pada 2020-2021, yang membuat mau tak mau harus berhutang dalam jumlah besar, yang mana hal ini adalah pilihan pil pahit yang dilakukan oleh semua negara. Rasio utang saat itu memang naik dari 30% pada akhir 2019 menjadi 41% pada 2021. Dalam nominal selama dua tahun pandemi, pemerintah menambah utang sebanyak Rp2.145 triliun.

Selain pandemi, lonjakan jumbo utang era Jokowi disebabkan oleh proyek masif infrastruktur yang bernilai ribuan triliun rupiah, dimana 30-40% diantaranya dibiayai oleh negara. Sejak 2015 hingga 2022, pemerintahan Jokowi menggelontorkan Rp3.784 triliun untuk membangun infrastruktur, mulai dari jalan tol, bandara, bendungan, pelabuhan, jembatan dan lain sebagainya. Biaya jumbo ini termasuk didalamnya anggaran dana alokasi khusus (DAK) infrastruktur yang disalurkan ke pemerintah daerah.

Pembangunan fisik era Jokowi membuahkan hasil cukup gemilang. Salah satu yang paling menonjol adalah prestasi membangun jalan tol, seperti menyambungkan ujung pulau Jawa via jalan berbayar dan membangun tol di Pulau Sumatera. Hanya saja, untuk urusan pembangunan jalan tidak berbayar prestasi Jokowi kalah dengan pemerintahan SBY, baik jenis jalan nasional yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota yang menjadi tanggungjawab pemda. (utw)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Copyright © 2023 REPORATASE INDONESIA, Web Design by PT. Ciptamedia Kreasi